Posted by Agny Gallus Pratama | 0 comments

Diskusi Malam dengan Pensiunan Bulog



Kemarin Senin, 3 Januari 2013, merupakan hari yang menggembirakan bagiku. Telepon asal Semarang lah yang membuatku kegirangan bukan main. Usahaku di Pare selama beberapa bulan ternyata tidak sia-sia, informasi yang mengalir dari telepon itulah buktinya. 

Tanpa berfikir panjang, aku pun berencana pulang malam itu juga. Indomaret langsung kudatangi dan tiket pun kudapatkan. Progo jam 10 Malam arah Jogja adalah salah satu sarana yang akan mengantarku meraih mimpi ku selama ini. Ketika itu jam menunjukan angka 6.30 malam, aku pun langsung berpamitan dengan Pakde Bude dan keponakan tercinta, tidak lupa salamku untuk sepupu-sepupuku. 

Bianglala 44 Ciledug - Senen


Bianglala 44 Ciledug-Senen langsung datang beberapa menit setelah menunggu di jalan. Perjalanan pun aku lalui dengan semangat melihat kehidupan malam Jakarta yang penuh dengan kemacetan, suara klakson, dan suara kondektur yang memekakan telinga Night Rider. Seperti angkutan umum biasanya, ketika penumpang hanya sedikit, penumpangpun akan dioper ke bus sebelumnya yang "katanya" agak penuh. Ada 3 orang yang diturunkan di tempat ketika itu. Kita bertiga untungnya sama-sama mau ke Terminal Senen. Alhamdulillah, salah seorang dari kami, merupakan orang Jakarta dan dia mengajak kami untuk sama-sama ke Terminal Senen dengan menaiki Angkot Malam Ciledug Senen.Akhirnya sampai juga diriku di Terminal Senen. 5 menit setelah itu, dengan hanya menyebrang jalan, aku pun sampai di Stasiun Kereta Senen. Waktu menunjukan pukul 9 malam, 1 jam kuhabiskan untuk istirahat menunggu kereta Progo siap. 

Salah satu suasana Stasiun Senen ketika Siang


"Para penumpang Kereta Progo Jurusan Pasar Senen - Lempuyangan, silahkan mempersiapkan diri untuk memasuki rangkaian gerbong kereta. Susunan kereta ini adalah ........". Setelah terdengar informasi tersebut, 10 menit kemudian, aku pun sudah berada di tempat duduk sesuai tiket yang kumiliki.

Disebelah ku ada seorang bapak berpakaian santai yang mempunyai destinasi sama denganku. Seperti biasa, aku pun langsung menanyakan tempat tinggal (baca : "Aslinya mana pak?" ). Pernyataan ini mengawali perbincangan kami selama 3 jam di malam hari. 

Perbincangan pun dimulai ....
nb : Kata-kata yang disampaikan tidak mirip dengan aslinya, hanya maksudnya sama

Lambang Bulog

Ketika Bapak ini mengenalkan diri bahwa dirinya seorang pensiunan dari BUMN Bulog, saya pun langsung menanyakan mengenai masalah "Kecolongan Impor Beras" dan "Mundurnya Mendagri Gita W". Selama 1-2 menit aku pun langsung BaBiBu melontarkan isi kepala yang penuh dengan berita-berita koran. Beliau pun hanya tersenyum dan langsung menyatakan hal ini, 

"Wah-wah mas e, pasti hanya melihat berita dari media-media, masnya tau ga, kalo Indonesia ini ga bisa mas kalo ga impor, kebutuhan nasional sama produksi nasional ga imbang, mau makan dari mana kalo ga impor", dengan wajah mengintimidasi. #hehe

"Masa si Pak, memang si pak, saya baca, produksi kita dari tahun 2009, malah terus menurun, tapi bukanya kita dah ga akan impor lagi ya, la itu Pak Dahlan aja sampai mau gantung Dirut Bulog" 

"La itu mas nya tau kalo produksi beras turun. La kalo ga impor ya ga logis to mas, gimana to mas nya ini." Intimidasi masih terasa. "Kesalahan zaman dulu mas ingin mem-Berasisasi Indonesia, jadi sekarang semua rakyat inginya makan beras. Harusnya kita diversifikasi pangan, Padi di Indonesia ini cuma bisa ditanam di beberapa tempat aja mas, Jawa, sama sebagian Sumatra dan Sulawesi saja. Kalimantan itu ga bagus untuk menanam padi mas, walau lahanya luas. Padahal kita harus mensuplai keseluruh Indonesia." Menghela nafas, " Bisnis properti yang marak itu penyebab juga mas, akhirnya lahan untuk menanam semakin menipis . Coba di Jakarta ini, ga ada lahan sama sekali untuk menanam mas, habis untuk Jalan Tol sama Perumahan."

"Oh iya ya pak, maaf pak saya ga begitu tahu masalah ini, hehe" 

"Masnya dari Magelang kan? Tau ga suplai beras Magelang tu dari mana?

"Wah bukanya Magelang itu banyak lahan ya pak, masa masih belum tercukupi?"

"Magelang, atau secara keseluruhan Jawa Tengah itu suplainya dari Jawa Timur mas. Kalo Jawa Tengah aja ga nyukup mas. Kasus impor kemarin itu mas itu cuma dipolitisasi aja mas. Masnya tau kalo Bulog itu sekarang cuma dapet bagian 10% impor. Ada perusahaan-perusahaan lain yang mendapat mandat impor dari pemerintah, nah mereka ini kadang yang "bermain" dengan pemerintah."

"Pak, kalau Bulog sekarang peranya apa aja pak?"

"Berbeda zaman Pak Harto dengan sekarang. Kalo zaman Pak Harto, bulog itu pengendali penuh mengenai logistik ini, jadi hubungan perdagangan itu G2G (baca : G2G). Ga seperti sekarang, Bulog hanya sebagai "operator pembeli" beras, total, kapasitas, dll itu diurus sama Kemendag, Kementan, sama Kemenkeu. Jadi Bulog itu sekarang fungsinya cm kecil. "

"Oh gitu pak, saya kira perannya sama kaya dulu. Wah kasian juga ya pak kalo ada masalah impor beras, orang awam akan menyalahkan Bulog."

Setelah obrolan mengenai impor beras, kami membahas mengenai hal lain mengenai Presiden, Demokrasi, Konflik di Indonesia dll. Bapak pensiunan bulog ini sudah menjelajahi Indonesia selama bekerja di Bulog. 

Tiba-tiba waktu menunjukan pukul 2 pagi, karena sudah tidak ada topik lagi, saya pun memutuskan untuk tidur terlebih dahulu. Sebenarnya setelah bangun pukul 4.30, kami pun masih melanjutkan obrolan hingga kereta sampai di stasiun Lempuyangan. 

Perjalanan hari itu sungguh mengasyikan bagaimana pandangan anak muda dan orang tua berkolaborasi untuk Indonesia yang lebih baik.



0 comments: